Mutu pendidikan di Indonesia sekarang ini sungguh
mengkhawatirkan, bahkan di tingkat Asia Tenggara saja kita tak mampu bersaing
kita termasuk terendah dari 7 negara di
Asia Tenggara, bahkan mutu Pendidikannya di bawah Malasyia bahkan Vietnam yang
merdeka baru beberapa tahun.
Padahal dulunya Malasyia belajar dari kita untuk
meningkatkan mutu pendidikan di negaranya, tetapi sekarang jauh meninggalkan
kita, sungguh ironi dan tamparan yang cukup menyakitkan. Menurut penelitian pada
tahun 2005 Indonesia menempati ranking 10 dari 14 negara berkembang di Asia
Fasifik. Thailand yang dilanda krisis justru menenpati ranking pertama kemudian disusul
Malaysia, Sri Langka, Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh, Kamboja, India,
Indonesia, Nepal, Papua Nugini, Kep. Solomon, dan Pakistan. Indonesia mendapat
nilai 42 dari 100 dan memiliki rata-rata E. Untuk aspek penyediaan pendidikan
dasar lengkap, Indonesia mendapat nilai C dan menduduki peringkat ke 7. Pada
aspek aksi negara, RI memperoleh huruf mutu F pada peringkat ke 11. Sedangkan
aspek kualitas input/pengajar, RI diberi
nilai E dan menduduki peringkat paling buncit alias ke 14. Indonesia hanya
bagus pada aspek kesetaraan jender B dan kesetaraan keseluruhan yang mendapat
nilai B serta mendapat peringkat 6 dan 4. “Sangat ironis karena Thailand yang
mengalami krisis bisa menempatkan diri menjadi rangking satu,” ujar aktivis LSM Education
Network for Justice (E-Net),
M Firdaus, saat menjadi pembicara dalam seminar pendidikan mengenai laporan ini
di Gedung YTKI, Jl Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu (29/6/2005).
Adapun penyebab rendahnya mutu pendidikan
di negara kita adalah sebagai berikut :
1. Rendahnya
kualitas pendidik atau pengajar. Pendidik seharusnya seharusnya harus
mempunyai motivasi untuk memperbaharui keilmuannya dengan lebih banyak membaca
dari media tulis maupun dari media elektronik. Maka tidak heran bila guru
senior ilmunya ketinggalan oleh guru muda atau guru yang lebih muda, baik
usianya maupun pengalaman kerjanya. Jadi bagaiman kulitas pendidikan akan
meningkat bila gurunya enggan membaca.
2. Kurangnya
sarana dan prasarana belajar. Guru sebagai pendidik dituntut harus selalu
menggunakan alat peraga untuk setiap melaksanakan KBM. Mungkin bisa diatasi
dengan membuat alat peraga sederhana, tapi tidak semua guru bisa membuat alat
peraga. Jadi alangkah baiknya bila pemerintah yang menyediakan alat peraga
semua mata pelajaran berikut petunjuk pemakaiannya. Juga terbatasnya buku
sumber dan buku penunjang pembelajaran baik bagi siswa maupun bagi guru turut
andil dalam rendahnya mutu pendidikan.
3. Kurang
relevannya kurikulum yang dibuat pemerintah khususnya untuk daerah
terpencil atau daerah pedesaan. Karena biasanya sebelum kurikulum itu
diberlakukan diuji cobanya selalu di daerah perkotaan saja, tidak pernah di uji
coba di daerah terpencil atau di pedesaan. Seharusnya kurikulum itu diuji coba juga
di pedesaan terpencil selain di perkotaan sebagai pembanding. Baru dianalisis
kelebihan dan kekurangannya.
4. Kurang pedulinya
pihak orang tua siswa terhadap pendidikan anaknya khususnya di daerah
pedesaan. Seharusnya orang tua siswa sepenuhnya membebankan pendidikan anaknya
terhadap guru, karena guru mendidik anak hanya sekitar 5 – 7 jam di sekolah.
Orang tua siswa harus memperhatikan anaknya di rumah, tanyakan apakah ada PR
tidak ? Kalau ada PR suruh dikerjakan
bila perlu dan bisa alangkah baiknya bila orang tua membimbing anaknya dalam
membuat PR. Bila tidak ada PR tetap anak disuruh belajar walau besoknya tidak
ada ulangan atau tes formatip maupun sumatif.
5. Siswa kurang
motivasi dalam belajar, bila hal ini terjadi ini adalah tugas bersama yaitu guru dan orang tua untuk menumbuhkan dan
meningkatkan motivasi siswa dalam belajaran. Beri pengertian dengan bahasa
sederhana dan komunikatif pentingnya belajar untuk bekal hidup dan masa depan
sebagai jembatan untuk menuju cita-cita.
6. Dampak buruk
dari alat elektronik seperti televisi dan Play Station atau game.
Seharusnya televisi mempunyai dampak positip terhadap ilmu pengetahuan. Tetapi
kebanyakan anak bahkan orang tua kurang senang menonton berita, mereka lebih
senang menonton sinetron atau acara gosip. Seharusnya anak dibimbing dan
dibatasi waktunya menonton televisi. Anak juga jangan sampai kecanduan bermain
game hingga lupa pada tugasnya untuk belajar, main game juga perlu dibatasi
waktunya misalnya hanya pada hari libur saja dengan durasi waktu maksimal 2
jam.
Itulah penyebab rendahnya mutu pendidikan yang saya
ketahui, semoga semua pihak sadar karena pendidikan bukan hanya tanggung jawab
guru sebagai wakil pemerintah tetapi tanggung jawab bersama yaitu orang tua
siswa, masyarakat dan guru. Mari kita introspeksi diri untuk melangkah
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia yang sedang terpuruk. Pada gilirannya
pendidikan Indonesia dapat berbicara di tingkat Asia Tenggara, Asia, bahkan
dunia. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar