Selasa, 01 Mei 2012

Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di Indonesia


Mutu pendidikan di Indonesia sekarang ini sungguh mengkhawatirkan, bahkan di tingkat Asia Tenggara saja kita tak mampu bersaing kita termasuk terendah dari  7 negara di Asia Tenggara, bahkan mutu Pendidikannya di bawah Malasyia bahkan Vietnam yang merdeka baru beberapa tahun.

Padahal dulunya Malasyia belajar dari kita untuk meningkatkan mutu pendidikan di negaranya, tetapi sekarang jauh meninggalkan kita, sungguh ironi dan tamparan yang cukup menyakitkan. Menurut penelitian pada tahun 2005 Indonesia menempati ranking 10 dari 14 negara berkembang di Asia Fasifik. Thailand yang dilanda krisis justru menenpati ranking pertama kemudian disusul Malaysia, Sri Langka, Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, Nepal, Papua Nugini, Kep. Solomon, dan Pakistan. Indonesia mendapat nilai 42 dari 100 dan memiliki rata-rata E. Untuk aspek penyediaan pendidikan dasar lengkap, Indonesia mendapat nilai C dan menduduki peringkat ke 7. Pada aspek aksi negara, RI memperoleh huruf mutu F pada peringkat ke 11. Sedangkan aspek kualitas input/pengajar, RI diberi nilai E dan menduduki peringkat paling buncit alias ke 14. Indonesia hanya bagus pada aspek kesetaraan jender B dan kesetaraan keseluruhan yang mendapat nilai B serta mendapat peringkat 6 dan 4. “Sangat ironis karena Thailand yang mengalami krisis bisa menempatkan diri menjadi rangking satu,” ujar aktivis LSM Education Network for Justice (E-Net), M Firdaus, saat menjadi pembicara dalam seminar pendidikan mengenai laporan ini di Gedung YTKI, Jl Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu (29/6/2005).

Adapun penyebab rendahnya mutu pendidikan di negara kita adalah sebagai berikut :

1. Rendahnya kualitas pendidik atau pengajar. Pendidik seharusnya seharusnya harus mempunyai motivasi untuk memperbaharui keilmuannya dengan lebih banyak membaca dari media tulis maupun dari media elektronik. Maka tidak heran bila guru senior ilmunya ketinggalan oleh guru muda atau guru yang lebih muda, baik usianya maupun pengalaman kerjanya. Jadi bagaiman kulitas pendidikan akan meningkat bila gurunya enggan membaca.

2. Kurangnya sarana dan prasarana belajar. Guru sebagai pendidik dituntut harus selalu menggunakan alat peraga untuk setiap melaksanakan KBM. Mungkin bisa diatasi dengan membuat alat peraga sederhana, tapi tidak semua guru bisa membuat alat peraga. Jadi alangkah baiknya bila pemerintah yang menyediakan alat peraga semua mata pelajaran berikut petunjuk pemakaiannya. Juga terbatasnya buku sumber dan buku penunjang pembelajaran baik bagi siswa maupun bagi guru turut andil dalam rendahnya mutu pendidikan.

3. Kurang relevannya kurikulum yang dibuat pemerintah khususnya untuk daerah terpencil atau daerah pedesaan. Karena biasanya sebelum kurikulum itu diberlakukan diuji cobanya selalu di daerah perkotaan saja, tidak pernah di uji coba di daerah terpencil atau di pedesaan. Seharusnya kurikulum itu diuji coba juga di pedesaan terpencil selain di perkotaan sebagai pembanding. Baru dianalisis kelebihan dan kekurangannya.

4. Kurang pedulinya pihak orang tua siswa terhadap pendidikan anaknya khususnya di daerah pedesaan. Seharusnya orang tua siswa sepenuhnya membebankan pendidikan anaknya terhadap guru, karena guru mendidik anak hanya sekitar 5 – 7 jam di sekolah. Orang tua siswa harus memperhatikan anaknya di rumah, tanyakan apakah ada PR tidak ?  Kalau ada PR suruh dikerjakan bila perlu dan bisa alangkah baiknya bila orang tua membimbing anaknya dalam membuat PR. Bila tidak ada PR tetap anak disuruh belajar walau besoknya tidak ada ulangan atau tes formatip maupun sumatif.

5. Siswa kurang motivasi dalam belajar, bila hal ini terjadi ini adalah tugas bersama  yaitu guru dan orang tua untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajaran. Beri pengertian dengan bahasa sederhana dan komunikatif pentingnya belajar untuk bekal hidup dan masa depan sebagai jembatan untuk menuju cita-cita.

6. Dampak buruk dari alat elektronik seperti televisi dan Play Station atau game. Seharusnya televisi mempunyai dampak positip terhadap ilmu pengetahuan. Tetapi kebanyakan anak bahkan orang tua kurang senang menonton berita, mereka lebih senang menonton sinetron atau acara gosip. Seharusnya anak dibimbing dan dibatasi waktunya menonton televisi. Anak juga jangan sampai kecanduan bermain game hingga lupa pada tugasnya untuk belajar, main game juga perlu dibatasi waktunya misalnya hanya pada hari libur saja dengan durasi waktu maksimal 2 jam.

Itulah penyebab rendahnya mutu pendidikan yang saya ketahui, semoga semua pihak sadar karena pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru sebagai wakil pemerintah tetapi tanggung jawab bersama yaitu orang tua siswa, masyarakat dan guru. Mari kita introspeksi diri untuk melangkah meningkatkan mutu pendidikan Indonesia yang sedang terpuruk. Pada gilirannya pendidikan Indonesia dapat berbicara di tingkat Asia Tenggara, Asia, bahkan dunia. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar